Setiap moment di kehidupan kita rasanya berharga untuk dilewatkan, rasanya lokh...untuk yang lagi bete dan kurang menikmati hidup saat ini, yah, semoga roda berputar and good mood kembali pada tempatnya. Amin. Nah, salah satu cara untuk mengabdikan moment menyenangkan tersebut adalah dengan foto.
Satu foto bisa menggambaran beribu realita (semoga ga dicap "lebay" hehehe). Percaya atau ga, terserah, sing penting, kepercayaan pada The Almighty ga luntur. Coba deh tengok Foto-foto usang kita. Entah foto zaman sekolah ataupun acara keluarga atau acara rekreasi bersama teman sekantor, baik mantan teman sekantor atau masih tetap keep in touch sampai sekarang. Banyak yang bisa diceritain. Mulai dari namanya, sifat teman kita tersebut, pengalaman bersama dia, suasana saat foto tersebut diambil, dan seterusnya sampai dengan konflik dengan orang tersebut, kalau ada. Banyak yang bisa diceritakan dari selembar foto.
Masih ingat ketika pergi bersama dengan mantan teman satu tempat kerja. Banyak yang bawa kamera. Baik kamera ponsel maupun kamera digital proffesional. Hasilnya bisa beda, bisa sama, tapi bukan berarti kamera lebih mahal bisa bercerita lebih banyak, kalau hasil lebih baik, bisa jadi. Semua tergantung angle ketika foto-foto tersebut diambil. Saya punya dua contoh foto yang diambil dari angle yang berbeda. Fotographer amatir yang suka iseng tapi hasilnya..... tetap amatir ha ha ha. Cekidot
nature and natural |
looks natural |
Beberapa teman koment "kurang kerjaan" tapi seorang teman bilang, "Bagus, Sar. Upload di fb dong." Jadilah foto itu diupload karena single request tersebut (well, tanpa request- pun sebenarnya, pasti di upload hehehe). Sekilas dilihat, saya langsung suka hasilnya, entah karena alasan apa. Tapi mungkin karena angle yang ga biasa. Sebenarnya banyak foto hasil orang yang punya amazing angle, dan bisa di lihat di Mbah Google kita nih. Salah satu respon yang mendadak saya berikan menjawab koment teman via fb adalah "melihat dari sudut pandang yang berbeda." Awalnya ga ada yang menarik dari kata-kata klise tersebut, belakangan, kalimat tersebut menjadi setengan mantra pembebas sumpek dari kehidupan sehari-hari.
Mulailah ceritanya... eng ing eng...
Beberapa saat yang lalu, seorang kerabat dari daerah yang jauh, menelpon dan mengirim sms mengucapkan selamat puasa. Hal yang ganjil mengingat bukan kebiasaan orang tersebut untuk menyapa. Demi kesopanan, jari menekan petunjuk reply dan mengetik ucapan terima kasih dan mengucapkan selamat berpuasa juga. Tapi tenyata, hal tersebut tidak berhenti. Dibalik semuanya, tersimpan sebuah request besar untuk minta dipenuhi. Gosh! Serasa ingin membanting ponsel tersebut kalau ga inget harga ponsel ga murah untuk saya. Bukan semata request yang tidak pada tempatnya, tapi lebih dari itu, tak ada pertanyaan simpati apakah si penerima sms dalam keadaan baik atau tidak atau tingkat kemampuan si penerima. Sudah terlanjur.
Malamnya, sms request tetap diterima, tapi dengan porsi yang berbeda. Dengan susah payah menjaga emosi ketika menjawab, akhirnya sms tersebut berhenti. Entah apa yang akan dikatakan orang tersebut setelahnya. Who cares!
Malam hari, ketika selesai membasuh muka dengan air wudhu, banyak hal yang tiba-tiba teringat. Tentang mantan teman sekerja, tentang teman chatting, tentang foto-foto, dan tentang sms request tersebut. Sesaat saat geli mengingat foto dengan angle yang tidak biasa tersebut. Tapi bukankah saya suka dengan hal yang tidak biasa.
Saat itu juga jari menekan beberapa tombol ponsel, mengirim sebuah ungkapan kebingungan ke seorang teman di luar pulau Jawa.
"Apakah gw harus bersukur atau merasa sial karena dihubungi ketika mereka hanya butuh gw aja? Mungkin gw harus bersukur juga, karena dengan itu, secara ga langsung, gw dipercaya buat membantu mengatasi masalah mereka. Walaupun, tanpa mereka tahu, bahwa kondisi gw juga terjepit. Yah, gw harus melihat segala sesuatunya dari sudut pandang yang berbeda."
Mantra klise, tapi berguna.
Salam Sukses
Tidak ada komentar:
Posting Komentar